April 22, 2021
Share
Regulasi dalam UU Cipta Kerja secara judicial mengubah istilah outsourcing yang semula mempunyai istilah penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain menjadi alih daya. Kemudian dalam Dalam UU Cipta Kerja, tidak ada lagi batasan terhadap jenis pekerjaan yang bisa di-outsourcing. Hampir semua pekerjaan bisa di outsourcing.
Selama ini sebelum UU Cipta Kerja maka Penyerahan sebagian pekerjaan itu dilakukan melalui 2 mekanisme yaitu perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja/buruh.
Ketentuan dalam Pasal 64,65 dan pasal 66 UU ketenagakerjaan di hapus. Dalam PP no.35 tahun 2021 tentang perjanjian kerja waktu tertentu, alih daya, waktu kerja dan waktu istirahat dan pemutusan hubungan kerja (PP PKWT-PHK) menyebutkan perusahaan alih daya adalah badan usaha berbentuk badan hukum yang memenuhi syarat untuk melaksanakan pekerjaan tertentu berdasarkan perjanjian yang disepakati dengan perusahaan pemberi pekerjaan.
Sehingga perusahaan alih daya bertanggung jawab secara penuh terhadap semua akibat yang timbul dari hubungan kerja dengan pekerja outsourcing. Perlindungan terhadap buruh, upah, kesejahteraan, syarat kerja, dan perselisihan yang muncul dilaksanakan sesuai peraturan dan menjadi tanggung jawab perusahaan alih daya. Ada beberapa hal yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama. Tak hanya peraturan untuk pemberi kerja ,ada juga diatur hubungan kerja antara perusahaan alih daya dengan pekerja yang dipekerjakan didasarkan pada PKWT atau perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT). PKWT atau PKWTT ini harus dibuat secara tertulis.
Dalam hal perusahaan alih daya mempekerjakan buruh berdasarkan PKWT, perjanjian kerja itu harus mencantumkan syarat pengalihan perlindungan hak-hak bagi buruh ketika terjadi pergantian perusahaan alih daya sepanjang obyek pekerjaannya tetap ada.
Sebelumnya, dalam UU Ketenagakerjaan mengatur batasan jenis kegiatan yang dapat dikerjakan oleh buruh outsourcing. Bunyi lengkap dari Penjelasan Pasal 66 ayat (1) UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UUK”) adalah sebagai berikut :
Tapi, dalam UU Cipta Kerja menghapus batasan tersebut, perusahaan alih daya dapat mengerjakan jenis pekerjaan apapun yang diberikan perusahaan pemberi pekerjaan) Tidak ada batasan jenis pekerjaan yang boleh diberikan kepada perusahaan alih daya.
Yang menjadi catatan penting bahwa buruh yang diperkerjakan berdasarkan PKWT, dalam perjanjian kerja itu harus mensyaratkan pengalihan perlindungan hak-hak bagi buruh bila terjadi pergantian perusahaan alih daya dan sepanjang obyek pekerjannya tetap ada.
Perlu diingat bahwa PKWT juga diatur dalam UU Cipta kerja yaitu Pasal 61A dari UU Cipta Kerja mewajibkan pengusaha untuk memberikan uang kompensasi terhadap PKWT yang berakhir karena (i) berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja; dan (ii) selesainya suatu pekerjaan tertentu yang mana diatur lebih lanjut di dalam PP 35/2021 ini yakni:
PKWT dan Outsourcing merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Karena PKWT menjadi dasar terciptanya hubungan kerja PKWT. JADI DENGAN MENGACU PADA PP 35/2021 dijelaskan kembali sebagaimana telah tercantum di UU Cipta Kerja sebagai berikut:
Tentunya ini merupakan hal baru dalam dunia outsourcing di Indonesia sehingga diperlukan penyesuaian peraturan yang harus dibuat oleh para Perusahaan Alih Daya karena Pekerja alih daya bisa dilibatkan untuk pekerjaan inti (utama) atau produksi perusahaan. Jika sobat legal ingin berkonsultasi mengenai peraturan ketenagakerjaan dan Outsourcing dapat menghubungi kami di 0818 0811 7271
Jika sobat legal ingin melakukan pendirian Koperasi, PT, CV dan badan hukum lainnya yang aman, cepat dan mudah maka segera hubungi kami di 0818 0811 7271.
localhost/legalisasi-old jasa pendirian pt dengan syarat pembuatan PT yang mudah “One Stop Bussiness Solution”