Sejarah Perfilman Indonesia berawal dari masyarakat Hindia Belanda pada tahun 1900 yang mengenal film dengan sebutan gambar idoep. Istilah gambar idoep mulai dipakai saat surat kabar Bintang Betawi memuat iklan tentang pertunjukan itu (Dikutip dari Bintang Betawi. Jum’at, 30 November 1900) Iklan dari De Nederlandsche Bioscope Maatschappijdi surat kabar Bintang Betawi menyatakan
“…bahoewa lagi sedikit hari ija nanti kasi lihat tontonan amat bagoes jaitoe gambar-gambar idoep dari banyak hal..”
Kemudian tidak berapa lama setelah pernyataan tersebut muncul lagi iklan berikutnya yang berbunyi :
“…besok hari rabo 5 Desember PERTOENJOEKAN BESAR JANG PERTAMA di dalam satoe roemah di Tanah Abang Kebondjae (MANEGE) moelain poekoel TOEDJOE malem..”
Jenis film yang diputar saat itu merupakan film dokumentar uang berkisah mengenai perkembangan terakhir pembangunan di Belanda dan Afrika Selatan serta profil kerajaan Belanda. Pada tahun 1910 sendiri tercatat sebagai tahun kegiatan pembuatan film yang lebih bersifat pendokumentasian tentang Hindia Belanda agar ada pengenalan yang lebih “akrab“ antara negeri induk (Belanda) dengan daerah jajahan (sumber Riyadi Gunawan “Sejarah perfilman Indonesia”)
Pada tahun 1929 lahir tiga perusahaan film diantaranya adalah Tan’sFilm sendiri didirikan pada tanggal 1 September 1929 di Weltevreden. Produksi pertama Tan’s Film adalah cerita populer Njai Dasimah yang dibuat berdasarkan cerita atau legenda yang dikenal oleh masyarakat banyak.
Uniknya film-film yang dibuat selama tahun 1926 sampai dengan tahun 1930 merupakan film bisu yang dibuat tanpa menggunakan suara apapun jadi hanya hening yang dirasakan dan tampilan gambar pada layar. Baru pada tahun 1931 film dengan menggunakan suara/bicara untuk pertama kalinya dibuat di hindia belanda. Pembuat film pada masa itu di dominasi oleh orang cina, maka kebanyakan film yang dibuat saat itu sebagian besar dibuat berdasarkan cerita-cerita Tionghoa dan pemerannya pun orang Tionghoa peranakan. Tahun 1931 The Teng Cung muncul dengan Cina Motion Pictures yang membuat film bicara berjudul Boenga Roos dari Tjikembang. Pembuatan film bicara yang dilakukan oleh The Teng Cung melalui perusahaannya itu kemudian diikuti oleh pembuatan film bicara lainnya. Beberapa diantaranya adalah film Atma De Vischer yang merupakan film bicara pertama yang dibuat oleh Krugers; Indonesia Malaise yang merupakan film bicara pertama buatan Halimoen Film; Sam Pek Eng Tay (film legenda Cina buatan Cino Motion Pictures); Si Pitoeng (produksi Halimoen Film); dan Sinjo “Tjo” Main di Film (produksi Halimoen Film) (sumber : Katalog film Indonesia 1926 -1995 / J. B. Kristanto).
Di tengah banyaknya perusahaan film milik orang Cina di Hindia Belanda, pada tahun 1937 berdiri perusahaan Film Belanda Algemeen Nederlandsch-Indisch Film (ANIF). ANIF didirikan oleh Albert Balink dan Manus Fraken. Albert Balink adalah seorang Indo Belanda yang merupakan wartawan Koran Domestik Berbahasa Belanda “De Locomotief”. Melalui ANIF, Balink yang mendapatkan bantuan modal besar dari bank kemudian membuat film “Terang Bulan” pada akhir 1937. Film Terang Boelan pemainnya adalah orang Indonesia dengan diiringi lagu keroncong ( sumber : Eddy D. Iskandar.Mengenal Perfilman Nasional. Bandung).
Pada masa penjajahan Jepang Produksi film dimonopoli oleh badan bentukan khusus bernama Jawa Eiga Kosha(Perusahaan Film Jawa) Distribusi filmnya diatur oleh organisasi lain bernama Nippon Eiga Shayang dikenal pula dengan Nichi’ei (sumber : Salim Said dalamProfil Dunia Film Indonesiadan Eddy D. Iskandar dalam Mengenal Perfilman Nasional)
DUNIA PERFIILMAN PADA MASA KEMERDEKAAN (1945 – 1955)
Sejak Indonesia memproklamasikan kemerdekaanya pada tanggal 17Agustus 1945 sampai dengan tahun 1947 produksi dan peredaran film untuk sementara terhenti. Pada tahun 1948 baru diproduksi kembali 3 film diantaranya:
- Air Mata Mengalir di Tjitarum (olehTan & Wong),
- Anggrek Bulan, dan
- JauhDimata.
Pada tahun 1948 juga muncul Kino Drama Atelier, South Pasific Film Corporation(SPFC) dan Bintang Surabaya Film Coy. Kino Darama Atelier dipimpin oleh Dr. Huyung yang membuat film “Bunga Rumah Makan” dan“Antara Bumi dan Langit” yang disutradarai oleh Dr. Huyung sendiri. SPFC membuat film “Jauh di Mata” tahun 1948 disutradarai oleh Andjar Asmara,“Anggrek Bulan” (1949), serta dua buah film buatan Usmar Ismail, “Citra” (1949) dan “Harta Karun” (1949). Sedangkan Bintang Surabaya Film Coy. Dengan sutradara Fred Young membuat film Sehidup-semati dan Saputangan yang dibintangi oleh Netty Herawati dan Suryono. (SUMBER : JB KRISTANTO –KATALOG FILM INDONESIA).
Industri film pada masa awal kemerdekaan ini ditandai oleh semangat revolusi. Semangat Nasionalisme pun tercermin dalam sejumlah film tentang perjuangan bangsa Indonesia melawan pemerintah kolonial Belanda. Industri film berkembang pesat dari 8 film pada 1949 menjadi 23 pada tahun 1950 dan menjadi 65 pada tahun 1955 (SUMBER : Grafik Produksi Film Cerita Indonesia. Sinematek Indonesia Pusat PerfilmanH. Usmar Ismail) . Kebangkitan film pada masa awal 1950-an ini, disebabkan oleh dua faktor utama. Pertama, kemunculan perusahaan-perusahaan film yang dibuat oleh pribumi Indonesia sendiri seperti, Haji Usmar Ismail dengan Perusahaan Film Nasional Indonesia (Perfini) dan Jamaludin Malik dengan Perseroan Artis Indonesia (Persari). Kedua, lahirnya beberapa persatuan pengedar film, seperti Ikatan Pengedar Film Indonesia (IPEFI) pada 19 Februari 1953. Ditambah dengan berdirinya organisasi importir dengan nama Gabungan Importir Film Indonesia (GIFI).
Lalu pada tanggal 31 Maret 1950 Usmar Ismail mendirikan Perfini (Perusahaan Film Nasional). Kemudian untuk pertama kalinya dalam sejarah film di Indonesia orang pribumi memberanikan diri untuk ikut mendirikan perusahaan film sendiri. Saat mendirikan Perfini, Usmar bertekat untuk membuat film-film yang bermutu guna menghasilkan apa yang disebutnya film nasional. Perfini didirikan dengan modal yang kecil. Produksi yang pertama Darah dan Doa mengalami kesulitan keuangan ketika memasuki tahap produksi. Seperti tekadnya, Usmar berusaha untuk membuat film-film yang bermutu yang berarti film yang dibuat bukan film komersil yang hanya mementingkan selera penonton saja.
Pada tanggal 23 April 1951 berdiri perusahaan milik orang pribumi yang bernama Persari. Persari didirikan oleh Djamaludin Malik yang merupakan seorang pedagang sehingga dengan mudah ia mendapatkan modal untuk membangun studio bagi Persari. Pria kelahiran Padang pada tanggal 13 Februari 1917 ini Sebelumnya berkecimpung dalam industri film dan ia sudah terlebih dahulu bergerak di dunia sandiwara. Pada zaman revolusi, Djamaludin Malik berada di daerah Republik dan mempunyai dua rombongan sandiwara yaitu Pantjawarna dan Bintang Timur. Bersama orang-orang di rombongan itulah di tahun 1947 ia mendirikan Fa. Persari di kota Solo. Pada tanggal 23 April 1951, NV Persari berdiri menggantikan Fa.Persari. Pengalaman selama di Manila pada awal tahun lima puluhanlah yang kemudian membuka mata Djamaludin Malik kepada industri film.
Indonesia menentang penjajahan Belanda yang hendak kembali, yaitu perjalanan dan pengalaman Divisi Siliwangi dari Jawa Timur kembali ke kantong-kantong di Jawa Barat. Film ini dikenal juga dengan nama “The Long March”. Film ini punya arti yang amat penting dalam sejarah: karena merupakan awal pembuatan film “Nasional”, walaupun film cerita pertama yang dibuat di Indonesia adalah“Loetoeng Kasaroeng” (1926). Salah satu keputusan konferensi kerja Dewan Film Indonesia dengan organisasi perfilman pada 11 Oktober 1962 adalah “menetapkan hari shooting pertama dalam pembuatan film nasional pertama “The Long March”sebagai Hari Film Indonesia”. Kemudian Tanggal 30 Maret 1950 ditetapkan sebagai Hari Film Nasional, dan Usmar Ismail (Perfini) serta Djamaluddin Malik (Persari) disepakati sebagai Bapak Perfilman Nasional (sumber : J.B Kristantos ”Nonton Film Nonton Indonesia”). Perfini banyak menghasilkan film yang sebagian diantaranya merupakan karya Usmar Ismail sendiri, film-film tersebut diantaranya : Dosa Tak Berampun(1951), Enam Jam diYogya(1951), Terimalah Laguku(1951), Kafedo(1953), Krisis(1953), LewatJam Malam(1954), Lagi-lagi Krisis(1955), Tamu Agung(1955), Tiga Dara(1956), Delapan Pendjuru Angin(1957), Sengketa(1958), Asrama Dara(1958), Pedjuang (1960), Toha Pahlawan Bandung Selatan(1961), Bayangan di WaktuFajar(1962), dan Anak Perawan di Sarang Penyamun (1962). Perfini juga membuat film lainnya yaitu:Embun(1951), Harimau Campa(1953), dan Arni(1955) (yang disutradarai oleh D. Djajakusuma) serta Djuara 1960 (1956) dan Jenderal Kancil (1958) (sutradara Nya Abbas Acup).
Baiklah sobat legal itulah sejarah singkat mengenai dunia Perfiman di Indonesia mulai dari tahun 1900 hingga pada masa Kemerdekaan 1945. Sekarang dunia perfilman Indonesia sudah banyak mengalami perubahan mengikuti perkembangan zaman dan teknologi dimana media tayang/putarnya tidak hanya melalui layar lebar/bioskop namun sudah bisa disaksikan melalui media layar kaca tv dengan layanan digital yang semakin canggih dan terjangkau.
Jika sobat legal ingin membuat kontrak perjanjian ,pendirian Koperasi, PT, CV dan badan hukum lainnya yang aman, cepat dan mudah maka segera hubungi kami di 0818 0811 7271.
Legalisasi.com jasa pendirian PT dengan syarat pembuatan PT yang mudah “One Stop Bussiness Solution