Sobat legal batubara masih merupakan primadona bagi bahan utama pembangkit listrik. Dalam Rencana Usaha Penyediaan tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN (Persero) 2019-2028, target penambahan pembangkit listrik dari energi terbarukan adalah sebesar 16.714 MW. Ini untuk mencapai target bauran Energi Baru Terbarukan (EBT) minimum 23% pada tahun 2025. Berdasarkan RUPTL maka kebutuhan Sumber Daya Mineral batubara masih sangat tinggi untuk tahun-tahun ke depannya.
Berbicara mengenai produk barang tambang seperti batu bara tentunya tidak luput dari pengenaan pajak atas barang. Menurut undang-undang batubara merupakan barang pertambangan yang tidak kena pajak PPN (non BKP). Barang tidak kena PPN ini memiliki landasan hukum berupa Undang-Undang (UU) Nomor 42 Tahun 2009 tentang PPN dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM). UU No. 42/2009 secara spesifik merinci beberapa barang tidak kena PPN. Salah satu klasifikasi barang tidak kena PPN adalah barang tambang batubara.
Menurut Pasal 4A (2) UU Nomor 42 tahun 2009 mengatur Jenis barang yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai adalah barang tertentu dalam kelompok barang sebagai berikut:
Jenis barang yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai adalah barang tertentu dalam kelompok barang sebagai berikut:
- barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya;
- barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak;
- makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau katering; dan
- uang, emas batangan, dan surat berharga
Namun mulai 2 november 2020 Direktorat Jenderal Pajak sudah menerapkan PPN /barang kena pajak (bkp) untuk barang tambang batubara. Berdasarkan Pasal 112 Undang-Undang No.11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja batu bara merupakan Barang Kena Pajak yang penyerahannya terutang pajak pertambahan nilai (PPN).
Pada Pasal 112 Undang-undang Cipta Kerja merubah klausul yang terdapat dalam pasal 4A (2) yaitu
Bunyi Pasal 4A (2) tersebut sebagai berikut:
Jenis barang yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai adalah barang tertentu dalam kelompok barang sebagai berikut:
a. barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya, tidak termasuk hasil pertambangan batu bara;
b. barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak;
c. makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha
jasa boga atau katering; dan
d. uang, emas batangan, dan surat berharga.
Dalam hal ini terdapat pengecualian terhadap penerapan PPN untuk produk tambang batubara yaitu bagi pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) yang diatur dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor 15 tahun 2017 tentang Tata Cara Pemberian Izin Usaha Pertambangan Khusus Operasi Produksi Sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak Karya Atau Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara. Untuk PKP2B yang telah ada sebelum berlakunya Undang-Undang Cipta Kerja maka Perjanjian tetap diberlakukan sampai jangka waktu berakhirnya kontrak atau perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 169 UU No. 4 Tahun2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batu bara.
Menurut UU Cipta Kerja Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya” meliputi:
a. minyak mentah (crude oil);
b. gas bumi, tidak termasuk gas bumi seperti elpiji yang siap dikonsumsi langsung oleh masyarakat;
c. panas bumi;
d. asbes, batu tulis, batu setengah permata, batu kapur, batu apung, batu permata, bentonit, dolomit, felspar (feldspar), garam batu (halite), grafit,
granit/andesit, gips, kalsit, kaolin, Ieusit, magnesit, mika, marmer, nitrat, opsidien, oker, pasir dan kerikil, pasir kuarsa, perlit, fosfat (trthospat), talk, tanah serap (fullers earth), tanah diatome, tanah liat, tawas (aluml, tras, yarosif, zeolit, basal, dan trakkit;
e. batubara sebelum diproses menjadi briket batubara; dan
f. buih besi, bijih timah, biji emas, buih tembaga, bijih nikel, bijih perak, serta buih bauksit.
Penerapan PPN ini sebaiknya tidak perlu disikapi secara berlebihan karena PPN adalah pajak yang bersifat netral bagi PKP. Meskipun dipungut di setiap mata rantai produksi dan distribusi barang dan jasa oleh PKP, PPN tidak dimaksudkan untuk dibebankan kepada PKP, melainkan pada konsumen akhir.
Baiklah sobat legal demikian ulasan mengenai penerapan PPN terhadap produk barang pertambangan batubara. Jika sobat legal ingin konsultasi mengenai pajak perusahaan dan pendirian PT dapat menghubungi kami di 0818 0811 7271.
LEGALISASI.COM “One Stop Bussiness Solution”