بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah ﷻ, yang telah memberikan kita kemudahan dalam menjalankan usaha dan memenuhi kewajiban kita sebagai umat Islam. Dalam dunia bisnis, salah satu hal yang tidak bisa dihindari adalah transaksi jual beli aset. Namun, sebagai pengusaha yang bertanggung jawab, kita harus memahami bahwa dalam setiap transaksi yang melibatkan aset perusahaan, ada aturan dan mekanisme yang harus ditaati.
Salah satu ketentuan yang harus diperhatikan adalah persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), terutama jika transaksi jual beli aset tersebut memiliki dampak besar terhadap keberlangsungan perusahaan. Hal ini penting agar tidak terjadi penyalahgunaan wewenang, dan agar setiap keputusan yang diambil tetap sesuai dengan aturan syariat serta regulasi yang berlaku.
Dasar Hukum Pengalihan Aset Perusahaan
Sebagai muslim yang menjalankan usaha dengan profesional dan amanah, kita harus memahami bahwa regulasi yang dibuat oleh pemerintah dalam dunia bisnis juga bertujuan untuk menciptakan keadilan dan transparansi. Dalam konteks jual beli aset perusahaan, regulasi yang mengaturnya adalah:
- Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas
- Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT)
Kedua regulasi ini mengatur bagaimana direksi, pemegang saham, dan komisaris harus berperan dalam setiap keputusan besar yang menyangkut aset perusahaan.
Pengertian Aset dalam Islam dan Bisnis
Dalam Islam, aset dikenal dengan istilah “maal” (المال), yang berarti segala sesuatu yang bernilai dan dapat dimanfaatkan secara halal. Dalam dunia bisnis, aset bisa dikategorikan sebagai barang bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud, yang memiliki manfaat ekonomi bagi perusahaan.
Menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK), aset perusahaan mencakup:
✅ Tanah
✅ Gedung dan bangunan
✅ Kendaraan
✅ Mesin dan peralatan
✅ Perlengkapan kantor
✅ Hak paten dan hak cipta
Maka, dalam jual beli aset perusahaan, seorang muslim harus memastikan bahwa transaksi tersebut sesuai dengan prinsip syariah, tidak melibatkan riba, gharar (ketidakjelasan), atau transaksi yang merugikan salah satu pihak.
Siapa yang Berwenang Mengelola Aset Perusahaan?
Dalam sebuah Perseroan Terbatas (PT), ada beberapa organ yang memiliki peran dan tanggung jawab dalam mengelola serta mengambil keputusan terkait aset perusahaan.
1. Direksi Perseroan
Direksi adalah pihak yang bertanggung jawab penuh dalam mengelola perusahaan, termasuk dalam pengalihan aset. Berdasarkan Pasal 1 UU PT, direksi memiliki wewenang penuh untuk bertindak atas nama perusahaan, baik di dalam maupun di luar pengadilan, selama masih dalam koridor yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar Perseroan.
Wewenang Direksi dalam Mengelola Aset
✅ Mewakili perusahaan di dalam dan di luar pengadilan
✅ Mengurus dan mengelola kekayaan perusahaan
✅ Mengikat perusahaan dengan pihak lain dalam transaksi bisnis
✅ Memberikan kuasa kepada pihak lain untuk melakukan tindakan hukum tertentu
Namun, direksi tidak bisa sembarangan menjual aset perusahaan. Jika aset yang akan dialihkan memiliki nilai lebih dari 50% dari total kekayaan bersih perusahaan, maka wajib mendapatkan persetujuan dari RUPS (Pasal 102 UU PT).
2. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
Selain direksi, ada juga RUPS, yang merupakan organ tertinggi dalam perusahaan. RUPS memiliki wewenang dalam menentukan kebijakan besar, termasuk dalam persetujuan transaksi jual beli aset.
Wewenang RUPS dalam Pengalihan Aset
✅ Mengangkat dan memberhentikan direksi serta komisaris
✅ Mengevaluasi kinerja direksi dan komisaris
✅ Menyetujui atau menolak perubahan anggaran dasar perusahaan
✅ Memutuskan transaksi besar yang menyangkut aset perusahaan
Jika suatu perusahaan hendak menjual aset bernilai lebih dari 50% dari total kekayaan bersihnya, maka transaksi tersebut tidak sah tanpa persetujuan RUPS. Ini adalah bentuk perlindungan terhadap pemegang saham dan transparansi dalam pengelolaan perusahaan.
Macam-macam Pengalihan Aset Perusahaan
Pengalihan aset perusahaan bisa terjadi dalam berbagai bentuk, di antaranya:
- Penyertaan Modal – Aset digunakan sebagai tambahan modal dalam usaha lain.
- Hibah – Aset diberikan kepada pihak lain tanpa transaksi komersial.
- Akuisisi Aset – Pengambilalihan aset perusahaan lain secara langsung.
- Akuisisi Manajemen – Pengambilalihan kendali atas perusahaan melalui pergantian manajemen.
- Penjualan Aset Tetap – Pengalihan aset tetap dari satu perusahaan ke perusahaan lain.
Setiap bentuk pengalihan ini harus disesuaikan dengan aturan hukum dan ketentuan yang berlaku dalam perusahaan, terutama dalam hal persetujuan dari pemegang saham.
Persetujuan RUPS dalam Jual Beli Aset
Berdasarkan Pasal 92 UU PT, direksi memang memiliki kewenangan dalam menjalankan perusahaan, tetapi dalam transaksi pengalihan aset besar, mereka harus mendapatkan persetujuan dari RUPS.
📌 Contoh transaksi yang membutuhkan persetujuan RUPS:
✅ Penjualan tanah dan bangunan perusahaan yang bernilai tinggi
✅ Pemberian aset sebagai jaminan utang
✅ Akuisisi atau merger yang mempengaruhi kepemilikan aset perusahaan
Jika direksi melakukan transaksi tanpa persetujuan RUPS, maka:
❌ Transaksi tersebut dapat dianggap tidak sah.
❌ Direksi bisa diberhentikan oleh pemegang saham karena melanggar ketentuan.
❌ Bisa terjadi sengketa hukum yang merugikan perusahaan.
Mengapa Persetujuan RUPS Penting?
Sebagai muslim, kita diajarkan untuk bertindak transparan, jujur, dan profesional dalam setiap urusan bisnis. Oleh karena itu, persetujuan RUPS dalam jual beli aset memiliki tujuan yang sangat penting, yaitu:
✅ Melindungi kepentingan pemegang saham agar keputusan besar tidak hanya ditentukan oleh satu pihak.
✅ Mencegah penyalahgunaan wewenang oleh direksi, sehingga tidak ada keputusan yang merugikan perusahaan.
✅ Menjaga transparansi dan akuntabilitas, agar semua keputusan bisa dipertanggungjawabkan.
Dalam Islam, keadilan dan kejujuran dalam berbisnis adalah prinsip utama. Rasulullah ﷺ bersabda:
“Pedagang yang jujur dan terpercaya akan bersama para nabi, orang-orang yang benar, dan para syuhada di hari kiamat.” (HR. Tirmidzi)
Kesimpulan
Jual beli aset perusahaan adalah hal yang lumrah, namun harus dilakukan dengan cara yang benar dan sesuai aturan. Berdasarkan UU PT, transaksi pengalihan aset yang bernilai lebih dari 50% kekayaan perusahaan wajib mendapatkan persetujuan RUPS.
Sebagai seorang muslim, kita harus selalu berpegang pada prinsip transparansi, akuntabilitas, dan profesionalisme dalam bisnis. Semoga dengan memahami ketentuan ini, kita bisa menjalankan usaha dengan lebih amanah, jujur, dan sesuai dengan aturan yang berlaku. Aamiin ya Rabbal ‘Alamin.