Perhitungan THR Menurut UU Cipta Kerja Berdasarkan Masa Kerja: Panduan Lengkap Sesuai Syariat

                                          بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Saudaraku yang dirahmati Allah ﷻ, menjelang hari raya, banyak karyawan berharap mendapatkan Tunjangan Hari Raya (THR). Dalam Islam, memberikan hak kepada pekerja tepat waktu adalah bagian dari amanah yang harus dijaga. Rasulullah ﷺ bersabda:

“Berikanlah pekerja upahnya sebelum keringatnya kering.” (HR. Ibnu Majah)

Oleh karena itu, penting bagi kita untuk memahami bagaimana cara menghitung THR sesuai dengan UU Cipta Kerja agar hak-hak karyawan terpenuhi secara adil. Artikel ini akan menjelaskan secara rinci tentang apa itu THR, siapa yang berhak mendapatkannya, cara menghitungnya, dan sanksi bagi pengusaha yang lalai membayar THR.


Apa Itu THR?

THR atau Tunjangan Hari Raya adalah tambahan penghasilan yang wajib diberikan oleh pengusaha kepada pekerja menjelang hari raya keagamaan. Tujuannya adalah untuk membantu karyawan memenuhi kebutuhan selama hari raya dan merupakan bentuk apresiasi perusahaan atas kerja keras karyawan sepanjang tahun.

THR bukan sekadar tradisi, tetapi juga telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang diperbarui dengan UU Cipta Kerja serta Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 yang diubah oleh PP Nomor 51 Tahun 2023 tentang Pengupahan.

Menurut syariat, memberikan THR sesuai ketentuan adalah bentuk keadilan dan amanah. Rasulullah ﷺ bersabda:

“Sesungguhnya Allah memerintahkan berlaku adil dan berbuat ihsan.” (QS. An-Nahl: 90)


Karyawan yang Berhak Mendapatkan THR

Berdasarkan Pasal 2 Ayat (1) Permenaker 6/2016, karyawan yang berhak menerima THR adalah:

  1. Karyawan Tetap (PKWTT) — Baik yang sudah bekerja lebih dari 1 bulan maupun yang sudah bertahun-tahun.
  2. Karyawan Kontrak (PKWT) — Berhak menerima THR secara proporsional sesuai masa kerja.
  3. Karyawan yang Terkena PHK dalam 30 Hari Sebelum Hari Raya — Tetap berhak menerima THR, kecuali kontrak kerja sudah berakhir sebelum hari raya.
  4. Karyawan yang Dipindahkan ke Perusahaan Lain — Jika belum menerima THR dari perusahaan lama, berhak mendapatkannya dari perusahaan baru.

Rasulullah ﷺ bersabda:
“Tunaikanlah amanah kepada yang berhak menerimanya.” (HR. Abu Dawud)

Oleh karena itu, pengusaha harus memastikan THR dibayarkan tepat waktu dan sesuai ketentuan.


Cara Perhitungan THR Menurut UU Cipta Kerja

Perhitungan THR didasarkan pada masa kerja karyawan di perusahaan, sebagaimana diatur dalam Pasal 3 dan 4 Permenaker 6/2016. Berikut ini cara menghitungnya:


1. Karyawan dengan Masa Kerja 12 Bulan atau Lebih

  • Berhak mendapatkan: THR sebesar 1 bulan upah penuh.
  • Komponen upah:
    • Upah bersih (clean wages) atau
    • Upah pokok + tunjangan tetap.

Contoh:
Karyawan A sudah bekerja selama 2 tahun dengan gaji Rp5.000.000 per bulan.

  • Perhitungan: 1 × Rp5.000.000 = Rp5.000.000.

Rasulullah ﷺ bersabda:
“Orang yang mengingkari janji adalah seperti orang munafik.” (HR. Bukhari)

Maka, menunda atau tidak membayar THR sesuai janji adalah bentuk pengingkaran amanah yang harus dihindari.


2. Karyawan dengan Masa Kerja 1–12 Bulan

  • Berhak mendapatkan: THR secara proporsional sesuai masa kerja.
  • Rumus perhitungan: THR=(Masa Kerja12)×Upah 1 Bulan\text{THR} = \left(\frac{\text{Masa Kerja}}{12}\right) \times \text{Upah 1 Bulan}

Contoh:
Karyawan B bekerja selama 6 bulan dengan gaji Rp4.000.000 per bulan.

  • Perhitungan: THR=(612)×Rp4.000.000=Rp2.000.000\text{THR} = \left(\frac{6}{12}\right) \times Rp4.000.000 = Rp2.000.000

3. Ketentuan THR yang Lebih Besar dari Standar

Jika dalam perjanjian kerja atau kebijakan perusahaan THR yang diberikan lebih besar dari yang diatur oleh pemerintah, maka pengusaha wajib membayar sesuai perjanjian tersebut.

Pasal 4 Permenaker 6/2016 mengatur bahwa pengusaha tidak boleh mengurangi THR jika dalam perjanjian nilai yang ditetapkan lebih besar.

Rasulullah ﷺ bersabda:
“Orang yang menipu bukanlah golongan kami.” (HR. Muslim)

Maka, mengurangi hak karyawan dengan alasan apa pun termasuk perbuatan yang dilarang.


Sanksi Bagi Pengusaha yang Terlambat atau Tidak Membayar THR

Allah ﷻ berfirman:
“Wahai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu.” (QS. Al-Ma’idah: 1)

Jika pengusaha tidak membayar THR tepat waktu, maka berdasarkan Pasal 10 Permenaker 6/2016, ada sanksi berupa:

  1. Denda 5% dari total THR yang harus dibayar.
    • Denda ini berlaku sejak batas waktu pembayaran berakhir (7 hari sebelum hari raya).
  2. Sanksi administratif:
    • Teguran tertulis.
    • Pembatasan kegiatan usaha.
    • Penghentian sementara produksi.
    • Pembekuan kegiatan usaha.

Kesimpulan: Tunaikan Hak Karyawan Sebelum Keringatnya Kering

Saudaraku yang dirahmati Allah ﷻ, memberikan THR bukan hanya soal mematuhi peraturan pemerintah, tapi juga bagian dari amanah dan keadilan yang harus kita tunaikan. Dengan memahami cara perhitungan THR sesuai UU Cipta Kerja, insyaAllah kita bisa menjalankan usaha dengan lebih tenang, berkah, dan sesuai syariat.

Rasulullah ﷺ bersabda:
“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lain.” (HR. Thabrani)

Semoga Allah ﷻ memudahkan kita untuk memenuhi hak-hak karyawan dengan benar dan menjadikan usaha kita penuh berkah.

بَارَكَ اللَّهُ فِيْكُمْ  Barakallahu Fiikum