Unpaid Leave Sebagai Alternatif Pilihan Di Tengah Pandemi Covid 19

Sobat legal selalu terapkan protokol kesehatan COVID 19 untuk mencegah penularan virusnya, semoga kita selalu dalam keadaaan sehat ya.

Akibat pandemic covid 19 banyak industri yang mengalami kerugian bahkan paling parahnya ada yang sampai gulung tikar. Kerugian ekonomi yang paling dirasakan adalah para pelaku usaha industri di bidang pariwisata, hotel, penerbangan, event organizer, pameran atau meeting, incentives, conferences, and exhibition (MICE), restoran, bioskop atau hiburan. Tercatat lebih dari 1,9 juta tenaga kerja diputus hubungan kerjanya oleh perusahaan dimana dia bekerja.  Menurunnya income perusahaan dikarenakan orang-orang takut untuk bepergian dan pergi ke tempat umum sehingga membuat pendapatan para pelaku usaha menurun drastis dikarenakannya tidak ada kunjungan pembeli ke toko, swalayan bahkan mall sebagai tempat usaha.

Tidak ada pilihan lain bagi pengusaha selain melakukan efisien fixed cost perusahaan dengan melakukan alternatif cara skema karyawan dicutikan atau dirumahkan tanpa diberikan gaji atau dikenal dengan istilah unpaid leave. Namun para karyawan tersebut tidak kehilangan statusnya sebagai karyawan tetap pada perusahaan. Jika pandemi telah berakhir maka karyawan tersebut tetap dapat bekerja kembali pada perusahaan tempat ia bekerja dan dapat menerima gaji.

Penerapan Unpaid Leave sebenarnya mengacu kepada Pasal 93 ayat (1) UU No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang mana isinya berbunyi “Upah tidak dibayar apabila pekerja / buruh tidak melakukan pekerjaan”, dengan kata lain unpaid leave menggunakan prinsip No Work – No Pay. Tentunya trobosan ini tidak dapat digunakan diseluruh jenis pekerjaan buruh, namun dapat diupayakan untuk bisa disesuaikan dengan skema industri atau pekerjaan oleh pelaku usaha dengan terlebih dahulu dikaji dan dibuat perjanjian dengan tenaga kerja melalui Peraturan Kerja Bersama atau Peraturan Perusahaan.

Namun penerapan unpaid leave ini tidak semudah di bayangkan ada beberapa penolakan yang dilakukan oleh serikat pekerja yang mempunyai alasan atau bantahan bahwa berdasarkan Pasal 93 ayat (2) UU Ketenagakerjaan yang menegaskan bahwa unpaid leave itu tidak berlaku, dan pengusaha wajib membayar upah apabila :

  1. Pekerja/buruh sakit sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan;
  2. Pekerja/buruh perempuan yang sakit pada hari pertama dan kedua masa haidnya sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan;
  3. Pekerja/buruh tidak masuk bekerja karena pekerja/buruh menikah, menikahkan, mengkhitankan, membaptiskan anaknya, istri melahirkan dan keguguran kandungan, suami atau istri atau anak atau menantu atau orang tua atau mertua atau anggora keluarga dalam satu rumah meninggal dunia
  4. Pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaannya karena sedang menjalankan kewajiban terhadap agamanya;
  5. Pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaannya karena menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya;
  6. Pekerja/buruh bersedia melakukan pekerjaan yang telah dijanjikan tetapi pengusaha tidak mempekerjakannya, baik karena kesalahan sendiri maupun halangan yang seharusnya dapat dihindari pengusaha;
  7. Pekerja/buruh melaksanakan hak istirahat;
  8. Pekerja/buruh melaksanakan tugas serikat pekerja/serikat buruh atas persetujuan pengusaha; dan
  9. Pekerja/buruh melaksanakan tugas pendidikan dari perusahaan.

Sehingga serikat pekerja beanggapan bahwa perusahaan yang melakukan unpaid leave dan tidak memberikan hak gaji kepada karyawan maka hal tersebut merupakan pelanggaran yang dilakukan perusahaan terhadap para pekerja. Mereka berpedoman pada Pasal 93 Ayat (2) huruf f UU No 13 Tahun 2003. Intinya, pengusaha wajib tetap membayar upah pekerja/buruh yang bersedia melakukan pekerjaan yang telah dijanjikan tetapi pengusaha tidak mempekerjakannya, baik karena kesalahan sendiri maupun halangan yang seharusnya dapat dihindari pengusaha.

Unpaid leave ini tentunya bukan jalan terbaik bagi perusahaan untuk menerapkannya pada para pekerja. Namun sebagimana kita ketahui bahwa pandemi covid ini merupakan Bencana Nasional yang sungguh tidak diperkirakan bagi perusahaan. Sehingga demi menyelamatkan kondisi ekonomi dan keuangan perusahaan maka hal tersebut terpakasa dilakukan. Intinya perlu dicari titik tengah agar karyawan tetap mendapatkan haknya sebagai karyawan dan perusahaan tetep dapat bertahan dalam kondisi ekonomi yang sangat terpuruk ini. Pemberian gaji secara tidak penuh mungkin dapat dlakukan perusahaan jika kondisi keuangan perusahaan sehat secara finansial.

Jika sobat legal ingin berkonsultasi mengenai hukum ketenagakerjaan dan ingin mendirikan PT dapat segera menghubung kami di 0818 0811 7271.

Legalisasi.com “one stop bussiness solution”

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *