Sobat legal berdasarkan pasal 21 UUPA (Undang-undang Pokok Agraria) Nomor 1960 bahwa hak milik atas tanah hanya dapat dimiliki oleh WNI dan Pemerintah, sedangkan untuk badan hukum hanya dapat memiliki tanah atas dasar HGB, HGU dan hak pakai. Namun lazimnya berdasarkan pengamatan Legalisasi.com bahwa perusahaan di Indonesia mayoritas memiliki HGB atas kepemilikan tanahnya. Sobat Legal perlu kita ingat kembali bahwa Hak guna-bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun. Atas permintaan pemegang hak dan dengan mengingat keperluan serta keadaan bangunan-bangunannya, setelah jangka waktu 30 tahun habis tersebut maka dapat diperpanjang dengan jangka waktu paling lama 20 tahun. Kemudian atas dasar kebendaan tak bergerak maka Hak guna-bangunan dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.Namun seiring dengan perjalanan waktu ketentuan ini tidak mutlak berlaku karena berdasarkan Menteri Agraria dan Tata Ruang pada Juni lalu mengeluarkan Surat Edaran No 2/SE-HT.02.01/VI/2019 tentang Pemberian Hak Guna Bangunan untuk Persekutuan Komanditer CV). Surat edaran mengatur bahwa CV (badan usaha) dapat memperoleh Hak Guna Bangunan (HGB).Setelah dikeluarkannya surat edaran tersebut maka CV dapat melakukan permohonan hak atas tanah berupa HGB. Lalu timbul pertanyaan jika CV boleh mengajukan permohonan Hak Guna Bangunan maka bagimana dan apa saja syarat yang harus di penuhi oleh CV agar bisa memperoleh HGB?Pengajuan permohonan HGB dapat dilakukan oleh anggota komanditer, komplementer, atau kuasanya. Jika diwakilkan oleh pihak ketiga maka ia harus membawa surat kuasa yang menyatakan ia bertindak untuk dan atas nama serta atas persetujuan seluruh anggota komanditer dan komplementer. Permohonan tersebut harus diajukan ke Badan Pertanahan Nasional. Persyaratan itu diantaranya adalah :
- Formulir Permohonan yang sudah diisi dan ditandatangani pemohon atau kuasanya diatas materai;
- Fotocopy KTP dan KK Pemohon;
- Izin lokasi atau izin penunjukan penggunaan tanah;
- Izin usaha dari instansi yang bersangkutan;
- Peta bidang tanah;
- Rencana pengusahaan tanah jangka pendek dan jangka panjang dalam bentuk proposal;
- Surat pernyataan bermaterai cukup yang memuat bahwa tanah yang bersangkutan tidak dalam sengketa, luas tanah, jenis tanah, status tanah yang telah dimiliki, dan bersedua melepaskan hak atas tanah jika akan dipergunakan bagi pembangunan untuk kepentingan umum;
- Risalah panitia pemeriksaan tanah;
- Bukti perolehan tanah/Alas Hak dari pemilik/penggarap tanah atau pemegang aset tanah/sk pelepasan kawasan hutan; dan
- Foto copy SPPT PBB Tahun berjalan yang telah dicocokkan dengan aslinya oleh petugas loket, penyerahan bukti SSB (BPHTB) dan bukti bayar uang pemasukan (pada saat pendaftaran hak)